Sejarah Pengadilan
Sejarah Pengadilan
Foto Gedung PA Praya Awal Berdiri
Sejak tahun 1896, lembaga peradilan di Pulau Lombok pada zaman Pemerintahan Belanda dikenal dengan nama Peradilan Penduduk Asli Bumi atau disebut dengan Raad Sasak. Kepengurusan lembaga ini terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, Kejaksaan Landraad, Penghulu Landraad/Qadli dan tokoh adat yang mewakili daerah, dengan kewenangan mengadili perkara-perkara pidana maupun perdata secara umum. Semua karyawan pada peradilan Raad Sasak ini beragama Islam, beberapa di antaranya para tokoh agama Islam/Tuan Guru yang disebut dengan Penghulu Landraad. Mereka ini bertugas di bagian peradilan Raad Sasak yang secara khusus menangani perkara-perkara yang terkait dengan masalah pernikahan, talak, rujuk, waris, hibah dan sebagainya bagi orang Islam. Kesemuanya ini berkedudukan di Mataram untuk wilayah sepulau Lombok.
Keluarnya Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957, Lembaran Negara No. 99 tahun 1957, semakin memperkuat eksistensi Pengadilan Agama. Kondisi ini semakin nyata dengan adanya desakan dan aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat yang ada di pulau Lombok. namun demikian, harapan tersebut baru terwujud seiring dengan dikeluarkannya Penetapan Menteri Agama No. 5 tahun 1958 dan terbitnya Keputusan Menteri Agama No. 195 tahun 1968.
Maka, dengan keluarnya Keputusan Menteri Agama Nomor 195 Tahun 1968 tanggal 28 Agustus 1968 tersebut. secara de jure Pengadilan Agama Praya telah terbentuk, namun saat itu masih dirangkap oleh Pengadilan Agama Mataram, karena secara de Facto Pengadilan Agama Praya belum didirikan dan diresmikan. Barulah pada tanggal 21 Maret 1977, secara de facto Pengadilan Agama Praya diresmikan dengan mengangkat K.H. Muhtar Thoyyib, sebagai Ketua Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI No. B.II/3-d/4320 tertanggal 31 Juli 1976 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 1976.
Dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 49 disebutkan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
- Perkawinan
- Waris
- Wasiat
- Hibah
- Wakaf
- Zakat
- Infaq
- Shadaqah
- Ekonomi Syari'ah
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tersebut kewenangan absolute Pengadilan Agama bertambah yaitu pada ekonomi syari'ah.