Serius Tangani Hak Anak, PA Praya Penuhi Undangan KPAI
Praya | pa-praya.go.id
Pemaparan Materi oleh KPAI pada Senin (28/11)
Senin (29/11), Ketua dan Panitera PA Praya penuhi undangan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara daring. Undangan tersebut berupa rapat koordinasi terkait hasil pengawasan Program Pencegahan Perkawinan Anak yang diinisiasi oleh KPAI.
Program tersebut dilatarbelakangi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, dimana didalamnya mengatur mengenai usia minimal seseorang dapat menikah. Ketua KPAI, Dr. Susanto, MA dalam sambutannya mengatakan bahwa sampai saat ini, kasus perkawinan anak masih membutuhkan perhatian khusus.
“Kasus perkawinan anak (atau dibawah usia 19 tahun) tercatat masih tinggi, hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama” ujar Susanto. Hal yang dilontarkan Susanto bukannya tanpa alasan, tercatat pada tahun 2021, angka perkawinan anak mencapai 9,23% dari total keseluruhan perkawinan yang terjadi pada tahun tersebut.
Sementara itu angka perkawinan di Kabupaten Lombok Tengah sendiri, terpantau fluktuatif namun cenderung menurun. “Dari data yang kita himpun, cenderung menurun” kata Panitera PA Praya, Kartika Sri Rohana, S.H.. “307 perkara Dispensasi Kawin pada 2021, menjadi hanya 43 perkara pada tahun 2022 (Jan-Nov)” tambah Kartika.
Ketua dan Panitera PA Praya Saat Mengikuti Kegiatan Secara Daring
Senada dengan jajarannya, Ketua PA Praya, Dra. Hj. Noor Aini menilai bahwa penurunan tersebut disebabkan oleh kolaborasi yang selama ini dijalin oleh PA Praya dan Pemerintah Daerah setempat. “Kita memiliki Memorandum of Understanding (MoU) dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Lombok Tengah” kata Noor.
Lebih lanjut, Noor menjelaskan inti dari MoU tersebut antara lain menyasar kepada: (1) Peningkatan edukasi reproduksi pada anak usia sekolah dan remaja; (2) Sosialisasi dampak pernikahan dini pada stakeholder terkait; (3) Advokasi kepada pemerintah daerah dengan permohonan dispensasi perkawinan yang tinggi; dan (4) Edukasi pentingnya kesiapan fisik, mental, maupun ekonomi dalam menjalani perkawinan. (FA)